Labels

Saturday, September 17, 2016

Madu Hutan: Upaya Pelestarian Hutan Alam dan Alternatif Pendapatan Masyarakat Lokal

Madu hutan JMHI (foto: dok.pribadi)
Madu hutan bukan hanya bermanfaat secara gizi bagi kesehatan manusia, melainkan juga sebagai agen pelestarian hutan, membantu komunitas masyarakat lokal, alternatif pendapatan bagi warga setempat, menjaga keberlangsungan penyerbukan tumbuhan, dan banyak hal lain yang sangat bermanfaat untuk ekologi.

Lebah ternak merupakan jenis Apis cerana dan Apis melifera. Sedangkan lebah hutan adalah jenis
Apis dorsata yang merupakan lebah madu Asia paling produktif menghasilkan madu. Spesies ini berkembang hanya di kawasan sub-tropis dan tropis di Asia, sepeti Indonesia, Filipina, India, Nepal, dan tidak terdapat di luar asia.

Madu hutan merupakan produk organik karena dipanen langsung dari hutan, sedangkan madu ternak seringkali diternakan di pertanian yang kemungkinan menggunakan pupuk kimia. Lebah hutan hanya mengambil makanan langsung dari hutan, sedangkan lebah ternak mempunyai periode dimana harus diberi air gula sebagai sumber pakannya.

Beda wilayah beda pula hasil madunya, bahkan hanya jarak beberapa kilometer atau istilahnya beda Kecamatan dalam satu hutan, bisa berbeda warna, rasa dan kadar airnya.

Curah hujan sangat berpengaruh, karena jika hujan terlalu tinggi, otomatis bunga rontok dan lebah juga tidak mendapatkan makanan, sehingga produksi madu menurun. Selain itu cuaca panas yang ekstrim akan membuat bunga tidak mampu bertahan hidup.

Inilah yang menjadi alasan mengapa lebah madu jenis Apis dorsata hanya terdapat di iklim tropis dan sub-tropis, seperti di hutan Indonesia, karena curah hujan dan kondisi panas yang sedang mendukung kelangsungan hidup spesies ini, dengan catatan selama hutan masih terjaga dengan baik.

Lebah madu hanya bisa bersarang di pohon dengan kondisi hutan yang masih terjaga. Radius lebah mencari nektar bunga kurang lebih 3 kilometer dari tempat mereka bersarang. Jadi apabila di suatu daerah terdapat koloni lebah hutan dan masyarakat sekitar memperoleh insentif langsung dari hasil madu hutan tersebut, bisa dipastikan masyarakat akan menjaga lokasi pohon dan juga area sekitar tempat lebah mencari nektar, terutama dari ancaman pengrusakan hutan, pembakaran hutan, penebangan liar, maupun konversi lahan.

Berdayakan Petani Lokal

Ada kualitas, tentu ada harga yang sebanding. Produk madu dengan kualitas seperti dijelaskan di atas, terdapat dalam produk wirausaha hasil hutan berupa madu, yang tergabung dalam Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI).

Madu hutan Kalimantan dibanderol seharga Rp.135.000, ada pula yang dari sumbawa seharga Rp.120.000 untuk kemasan 600 gram, sedangkan harga Rp.100.000 untuk kemasan 300 gram. Perbedaan harga madu ini tergantung dari kadar airnya, semakin sedikit kadar air maka harganya bisa lebih mahal.

JMHI yang berdiri sejak tahun 2005 mempunyai visi memberdayakan petani lokal. Komunitas ini memiliki jaringan kelompok tani yang tersebar di beberapa wilayah hutan Indonesia, antara lain Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sumbawa.

Dengan mengupayakan pelatihan bagi kelompok tani maupun organisasi atau komunitas lokal yang dimulai sejak tahun 2005, sampai pada tahun 2007 JMHI bisa mulai memasarkan produknya.

Madu JMHI ini telah memasarkan produknya di gerai-gerai di Jakarta, antara lain terdapat di Jalan Bogor Raya, Grand Indonesia, dan MW Indonesia (brand multi-level marketing/MLM untuk produk UKM Indonesia).



Sumber: peliputan event Global Economy FacilitySmall Grant Program (GEF-SGP), Kamis (12/9/2013) di Hotel Atlet Century, Jakarta Selatan.


No comments:

Post a Comment