Madu hutan JMHI (foto: dok.pribadi) |
Madu hutan bukan hanya bermanfaat secara gizi bagi
kesehatan manusia, melainkan juga sebagai agen pelestarian hutan, membantu
komunitas masyarakat lokal, alternatif pendapatan bagi warga setempat, menjaga
keberlangsungan penyerbukan tumbuhan, dan banyak hal lain yang sangat
bermanfaat untuk ekologi.
Lebah ternak merupakan jenis Apis cerana dan Apis melifera.
Sedangkan lebah hutan adalah jenis
Apis dorsata yang merupakan lebah madu Asia paling produktif menghasilkan madu. Spesies ini berkembang hanya di kawasan sub-tropis dan tropis di Asia, sepeti Indonesia, Filipina, India, Nepal, dan tidak terdapat di luar asia.
Apis dorsata yang merupakan lebah madu Asia paling produktif menghasilkan madu. Spesies ini berkembang hanya di kawasan sub-tropis dan tropis di Asia, sepeti Indonesia, Filipina, India, Nepal, dan tidak terdapat di luar asia.
Madu hutan merupakan produk organik karena dipanen
langsung dari hutan, sedangkan madu ternak seringkali diternakan di pertanian
yang kemungkinan menggunakan pupuk kimia. Lebah hutan hanya mengambil makanan
langsung dari hutan, sedangkan lebah ternak mempunyai periode dimana harus diberi
air gula sebagai sumber pakannya.
Beda wilayah beda pula hasil madunya, bahkan hanya jarak
beberapa kilometer atau istilahnya beda Kecamatan dalam satu hutan, bisa
berbeda warna, rasa dan kadar airnya.
Curah hujan sangat berpengaruh, karena jika hujan terlalu
tinggi, otomatis bunga rontok dan lebah juga tidak mendapatkan makanan,
sehingga produksi madu menurun. Selain itu cuaca panas yang ekstrim akan
membuat bunga tidak mampu bertahan hidup.
Inilah yang menjadi alasan mengapa lebah madu jenis Apis dorsata hanya terdapat di iklim
tropis dan sub-tropis, seperti di hutan Indonesia, karena curah hujan dan
kondisi panas yang sedang mendukung kelangsungan hidup spesies ini, dengan
catatan selama hutan masih terjaga dengan baik.
Lebah madu hanya bisa bersarang di pohon dengan kondisi
hutan yang masih terjaga. Radius lebah mencari nektar bunga kurang lebih 3
kilometer dari tempat mereka bersarang. Jadi apabila di suatu daerah terdapat
koloni lebah hutan dan masyarakat sekitar memperoleh insentif langsung dari
hasil madu hutan tersebut, bisa dipastikan masyarakat akan menjaga lokasi pohon
dan juga area sekitar tempat lebah mencari nektar, terutama dari ancaman
pengrusakan hutan, pembakaran hutan, penebangan liar, maupun konversi lahan.
Berdayakan Petani
Lokal
Ada kualitas, tentu ada harga yang sebanding. Produk madu
dengan kualitas seperti dijelaskan di atas, terdapat dalam produk wirausaha hasil
hutan berupa madu, yang tergabung dalam Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI).
Madu hutan Kalimantan dibanderol seharga Rp.135.000, ada
pula yang dari sumbawa seharga Rp.120.000 untuk kemasan 600 gram, sedangkan
harga Rp.100.000 untuk kemasan 300 gram. Perbedaan harga madu ini tergantung
dari kadar airnya, semakin sedikit kadar air maka harganya bisa lebih mahal.
JMHI yang berdiri sejak tahun 2005 mempunyai visi
memberdayakan petani lokal. Komunitas ini memiliki jaringan kelompok tani yang
tersebar di beberapa wilayah hutan Indonesia, antara lain Riau, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sumbawa.
Dengan mengupayakan pelatihan bagi kelompok tani maupun
organisasi atau komunitas lokal yang dimulai sejak tahun 2005, sampai pada
tahun 2007 JMHI bisa mulai memasarkan produknya.
Madu JMHI ini telah memasarkan produknya di gerai-gerai
di Jakarta, antara lain terdapat di Jalan Bogor Raya, Grand Indonesia, dan MW
Indonesia (brand multi-level marketing/MLM untuk produk UKM Indonesia).
Sumber: peliputan event Global Economy Facility–Small Grant Program (GEF-SGP), Kamis (12/9/2013) di Hotel
Atlet Century, Jakarta Selatan.
No comments:
Post a Comment